Inilah Perbedaan Mendasar Sumpah Profesi Perawat Dan Dokter Yang Menyebabkan Perawat Tidak Kompak

Advertisement

Inilah Perbedaan Mendasar Sumpah Profesi Perawat Dan Dokter Yang Menyebabkan Perawat Tidak Kompak

Rabu, 05 April 2017






Diskusi menarik yang mengantarkan kami kedalam larutnya malam tadi di WA Grup Perawat PEDULI Indonesia. Ns Imelda mengawali pembuka dengan menceritakan bagaimana kecemburuannya atas kekompakan sejawat kita, Dokter. Mereka terlihat begitu kompak dan saling mengayomi dan mendukung. Dan, itulah ternyata yang menjadi pembeda Perawat dengan Dokter. Itulah kenapa tulisan “Inilah Perbedaan Mendasar Sumpah Profesi Perawat Dan Dokter Yang Menyebabkan Perawat Tidak Kompak” saya buat.


Banyak situasi yang sesungguhnya sangat kita sadari namun kita belum menemukan solusi. Salah satunya adalah kekompakan. Hal ini sangat terlihat ketika:


Perawat telah menduduki jabatan struktural kadang memperlakukan sejawatnya seolah dia tidak pernah berada pada posisi itu.


Saat seorang Perawat berkunjung ke RS dan memperkenalkan diri sebagai Perawat kadang dicueki oleh Perawat yang bertugas.


Bisa pula saat Perawat berkunjung ke RS dan memperkenalkan dirinya sebagai Perawat, malahan melakukan intevensi terhadap sejawatnya, seolah dia lebih tahu yang terjadi dan yang harus dilakukan sejawatnya.


Ketika seorang Perawat menduduki jabatan Politik tidak jarang mereka yang seolah lupa kacang dengan kulitnya.


Pembimbing akademik dan klinik masih memperlakukan mahasiswanya bukan sebagai calon generasi penerusnya.


5 kondisi diatas hanyalah contoh kecil dari sekian banyak contoh yang secara nyata bisa kita lihat di lapangan. Dari diskusi menarik tersebut, saya tertarik untuk menelaah sumpah Perawat dan Dokter. Ternyata kenyataan ini yang saya temukan:


Lafal Sumpah Dokter


SAYA BERSUMPAH BAHWA :


Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan.


Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya.


Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan dan keilmuan saya sebagai dokter.


Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien.


Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik Kepartaian, atau Kedudukan Sosial, dalam menunaikan kewajiban saya terhadap penderita.


Saya akan memberikan kepada Guru-Guru saya, Penghormatan dan Pernyataan Terima Kasih yang selayaknya.


Saya akan memperlakukan Teman Sejawat saya sebagai saudara kandung.


Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.


Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan Kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan Hukum Perikemanusiaan, sekalipun saya diancam.


Saya ikrarkan Sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.


Sumber: http://fk.ub.ac.id/profesi/pendidikan/lafal-janji/lafal-sumpah-dokter/


Coba bandingkan dengan sumpah Perawat berikut ini. Adakah kekurangan dari Sumpah Perawat yang ternyata itu salah satu kata kunci untuk menumbuhkan rasa senasib sepenanggungan dengan sejawat seprofesinya?


Lafal Sumpah Perawat


SAYA BERSUMPAH BAHWA:


Saya akan membaktikan hidup saya untuk kepentingan kemanusiaan terutama dalam bidang kesehatan tanpa menbeda-bedakan kesukuan, kebangsaan, keagamaan, jenis kelamin, golongan, aliran politik dan kedudukan sosial.


Saya akan menghormati setiap hidup insani sepanjang daur kehidupannya.


Saya akan mempertahankan dan menjunjung tinggi martabat profesi keperawatan dengan terus menerus mengembangkan ilmu keperawatan.


Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan dan keilmuan saya sebagai Perawat kecuali diminta keterangan untuk proses hukum.


Saya akan senantiasa memelihara hubungan baik antar sesama Perawat.


Saya akan membina kerjasama sebaik-baiknya dengan tenaga kesehatan dan pihak lain dalam pemberian pelayanan kesehatan.


Saya akan tetap memberikan penghormatan yang selayaknya kepada guru dan pembimbing saya.


Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dengan penuh keinsyafan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi kekuatan kepada saya.


Di Lafal Sumpah Dokter saya sengaja menebalkan tulisan “Saya akan memperlakukan Teman Sejawat saya sebagai saudara kandung”. Kata yang ada disana namun tidak ada di Lafal Sumpah Perawat adalah “Saudara Kandung”. Jadi wajarlah kalau dokter akan saling mengasah, asih dan asuh terhadap sejawat satu profesinya. Mereka berkembang bersama dan sukses bersama. Seolah sebuah gengsi ketika melihat ada salah seorang dari anggota profesinya yang tidak sukses.


Dalam Lafal Sumpah Perawat ternyata hal itu tidak kita temukan.

Perawat Bersatu Padu Melawan Perbudakan Profesional Modern Ke Gedung MPR/DPR/DPD-RI Senayan Jakarta



Kalau saya, ketika menerima mahasiswa maupun Ners Muda dan Perawat muda yang menjalani praktik klinik di RS tempat saya bekerja, salah satu kontrak diawal adalah menyadarkan mereka bahwa “Kita adalah saudara”. Saudara dalam pemahaman yang sebenarnya. Saya akan tegaskan agar mereka memandang saya sebagai abang nya dan mereka sebagai adik saya. Sehingga ikatan emosional dalam konteks profesional bisa terjalin secara harmoni.


Saya juga akan tegaskan bahwa saya akan menjadi orang pertama yang menghukum mereka kalau mereka melakukan kesalahan sebagai dampak dari ketidakpatuhan terhadap bimbingan saya. Saya akan dengan setia mendampingi mereka melakukan tindakan serta mengajak mereka berdiskusi seputar keperawatan maupun hal lainnya. Asalkan, mereka mengikuti arahan saya dan mematuhi aturan main yang saya terapkan.


Saya tak mau adik saya dihukum orang lain apapkah dokter ataupun klien dan keluarganya. Karena sakit rasanya kalau adik kita salah dan dimarahi orang lain. Lebih baik saya yang memarahinya, jadi saya bisa evaluasi dan memperbaikinya.

Prof. Dr. Achir Yani S. Hamid MN, DN.Sc: “Sejawat Adalah Saudara”



 Saya kerap melakukan responsi untuk menggali pengetahuan meraka serta membuka wawasan mereka terntang keperawatan. Ketika ada tindakan, saya akan tanya mereka terlebih dahulu penguasaan mereka terhadap teorinya. Kalau saya sudah yakin, baru saya ajak mereka dengan saya memberikan contoh terlebih dahulu. Setelah beberapa sesi saya lakukan, barulah saya pelan-pelan melepaskan mereka dengan pertama kali meminta mereka melakukannya dibawah supervisi saya langsung. Kalau sudah mahir, baru saya hanya sekedar memastikan yang mereka lakukan tidak harus terus dipantau.


Namun, kalau ada yang “sok hebat” dan menyepelekan apa yang saya jelaskan. Maka bersiaplah akan saya minta mengerjakan tindakan dibawah supervisi saya langsung tanpa bimbingan. Tapi, kalau mereka gagal, saya tak segan memukul tangan atau membentaknya di depan klien. Misalnya saja ketika penyuntikan antibiotik, saya upayakan klien tak merasa perih. Maka saya ajarkan tekhniknya kepada sang Ners Muda. Kadang ada yang mengatakan “Udah bang, gak usah dikawani. Aku udah biasa nyuntik kok.” Ketika saya coba tawarkan bantuan untuk membimbingnya dia tetap memberikan jawaban yang sama karena merasa sudah biasa melakukan. Kalau kliennya menjerit, menangis atau wajahnya meringis, saya tak segan menghukumnya di depan klien.


HADIRLAH SEBAGAI PENG’ERAT BUKAN PENGERAT.



 Bagi saya, kalau mereka mau belajar saya akan ajarkan. Kalau mereka sudah merasa pintar dan terampil, dan tak mau dibimbing, saya akan hukum kalau melakukan kesalahan.


Memupuk rasa persaudaraan ini harus dimulai sejak dini dengan menghilangkan gap antara senior-junior dan sekat antar institusi. Tidak jarang saya temui mahasiswa yang merasa paling pintar secara teori atau paling terampil secara praktik. masing-masing menyombongkan kelebihannya. Padahal, kalau kekuatan ini dipadukan secara baik, maka akan menjadi kekuatan profesi yang luar biasa. Salig berbagi ilmu, pengetahuan dan keterampilan diperlukan agar kekompakan itu lambat laun akan terbentuk.

Bersatulah Dalam Tubuh Profesi



Untuk bisa merasa saling memiliki sesungguhnya tidak sulit kalau kita saling Peduli. Kuncinya ada pada kepedulian kita kepada profesi ini. Kalau kita peduli kepada profesi, maka kita akan mempersiapkan generasi yang peduli juga. Maka jangan heran, kalau karakter peduli ini lambat tapi pasti akan menular bak virus yang memviral dikalangan sejawat kita. Jangan tunggu orang lain mempedulikan kita. Walaupun tidak ada yang peduli kepada kita, tetaplah kita peduli kepada mereka.